Ancaman Bagi Pengumpat dan Pencela

"Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela. Yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung [maksudnya mengumpulkan dan menghitung-hitung harta yang karenanya dia menjadi kikir dan tidak mau menafkahkannya di jalan Allah]. Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah. Dan tahukah kamu apa Huthamah itu? (Yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan. Yang (membakar) sampai ke hati. Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka. (Sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang."
(QS Al Humazah [104]: 1 – 9)


Di antara penyakit lisan (Aafatul Lisan) yang sangat berbahaya adalah mengumpat dan mencela. Ayat di atas menjelaskan betapa dahsyatnya ancaman bagi pengumpat dan pencela.

Umpatan dan Celaan adalah Ujian Dakwah
Surat Al Humazah adalah termasuk deretan Surat Makkiyah, yaitu surat yang turun sebelum Rasulullah saw dan gangguan yang terjadi pada tahun-tahun awal kehidupan dakwah. Ini juga contoh konkret dari tribulasi dakwah yang bisa terjadi pada sosok da’i, di mana dan kapan saja. Jadi, hal ini sunnatullah dalam dakwah sehingga tidak boleh membuat juru dakwah putus asa, pesimis dan loyo apalagi sampai meninggalkan dakwah hanya karena tak tahan menghadapinya.
Dalam kajian Sayyid Quthb rahimahullah surat ini memberi gambaran sosok pencela yang kerdil jiwanya karena telah dikuasai harta sehingga menganggap harta adalah nilai (value), variabel atau standar tertinggi dalam kehidupan. Maka, ketika ia bergelimang harta, ia merasa telah memiliki dan menguasai harga diri manusia!
Puncaknya, ia menganggap harta adalah tuhan yang 'maha' kuasa, mampu berbuat apa pun, sampai-sampai mampu menolak kematian dan mengekalkan kehidupan serta menolak qadha' (ketentuan) Allah, hisab (audit)-Nya dan jaza' (balasan)-Nya, jika ia masih memandang adanya hisab dan balasan. (Lihat: Fii Zhilal Al-Qur'an VI/3972).

Mengumpat dan Mencela, Sifat Orang Kafir
Sederet nama di atas, jika riwayat-riwayat tersebut shahih, adalah musuh bebuyutan dakwah di zaman Nabi saw. Mereka sangat populer sepak terjangnya dalam memusuhi Nabi saw dan orang-orang beriman. Hal ini memberikan pemahaman bahwa mengumpat dan mencela adalah sifat dan karakter orang kafir.
Karenanya, Islam membenci perilaku buruk dan menyebutkannya dalam banyak ayat Al Qur'an, seperti firman Allah swt, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri [maksudnya ialah mencela antara sesama mukmin karena orang-orang mukmin seperti satu tubuh] dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman [panggilan yang buruk ialah gelar yang tidak disukai oleh orang yang digelari, seperti panggilan kepada orang yang sudah beriman, dengan panggilan seperti: Hai fasik, Hai kafir dan sebagainya] dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim" (QS Al Hujuraat [49]: 11).
Namun, kali ini, di dalam surat ini disebut dengan sangat buruk dengan susunan kata yang diakhiri dengan nada yang sangat menggelegar; "zah, dah, dah, mah dan seterusnya" serta ditambah ancaman azab sangat dahsyat dan membuat bulu kuduk berdiri. Begitulah gambaran perilaku buruk dari jiwa yang kosong dari iman.

Dipicu Kecintaan pada Harta
Ayat di atas menyinggung pemicu lahirnya sosok pengumpat lagi pencela, yaitu, "Yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung maksudnya mengumpulkan dan menghitung-hitung harta yang karenanya dia menjadi kikir dan tidak mau menafkahkannya di jalan Allah]. Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya."
Ketika manusia mempersepsikan harta sebagai "segalanya" bahkan 'menuhankan'nya karena mengira harta itu berkuasa atas segala sesuatu, maka beragam sifat dan perilaku negatif dengan sendirinya akan muncul. Di mata manusia semacam ini, semua orang bisa diatur dan derajatnya lebih rendah darinya. Maka, menghina, mengumpat dan mencela orang lain adalah biasa dan lumrah bagi orang yang menghamba kepada harta.

Ancaman bagi Pengumpat dan Pencela
Kedahsyatan ancaman bagi pengumpat dan pencela dilukiskan surat ini sejak awal ayat. Bahkan kata pertamanya adalah ancaman kebinasaan, "Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela." Penyebutan ancaman "Wail", kecelakaanlah... padahal di akhir surat juga diancam lagi dengan neraka, memberi pemahaman bahwa ini bisa saja merupakan ancaman kebinasaan dan kehancuran di dunia sebelum nanti di akhirat dimasukkan ke neraka.
Karenanya, kehidupan pengumpat dan pencela tak akan pernah mendapat ketenangan, kedamaian dan jauh dari rahmat dan keberkahan Allah, meski bisa saja hidupnya bergelimang harta. Ketenangan, kebahagiaan dan kesejahteraan yang terlihat hanyalah fatamorgana.
Kelak di akhirat, para pengumpat dan pencela akan dimasukkan ke neraka Huthamah, "(Yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan. Yang (membakar) sampai ke hati. Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka. (Sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang." Penyebutan 'hati' secara khusus dalam ayat ini, karena hati (Al Qalbu) adalah Amirul Badan, pemimpin tubuh, pengendali dan penentu. Jika hati baik, seperti dalam sabda Nabi saw, baiklah seluruh anggota tubuh. Sebaliknya, jika ia busuk, maka busuklah seluruh anggota tubuh (HR Bukhari no. 50 dan Muslim no. 2996).

Sababun Nuzul Surat Al Humazah
Imam Ar Razi (lihat: Tafsir Ar Razi 32/91) dan Abu Hayyan (lihat: Tafsir Al Bahr Al Muhitd VIII/510) menuturkan riwayat tentang sebab turunnya surat Al Humazah. Menurut Imam 'Atha', Al Kalbi dan As Suddi, surat tersebut turun terkait dengan Akhnas bin Syuraiq yang sering mengumpat dan menggunjing, khususnya menggunjing Rasulullah saw.
Sementara menurut Muqaatil, surat ini turun terkait dengan Walid bin Mughirah yang sering menggunjing Nabi saw dari belakang dan mencela beliau di hadapannya. Diriwayatkan juga, Umayyah bin Khalaf melakukan hal yang sama.
Abu Hayyan berkomentar, surat ini turun terkait dengan Akhnas bin Syuraiq atau Al 'Aash bin Waail atau Jamil bin Mu'ammar atau Walid bin Mughirah atau Umayyah bin Khalaf, banyak sekali perbedaan pendapat tentang masalah ini. Dan mungkin saja turun terkait mereka semua.
Meski begitu, surat ini bersifat umum dan bisa berlaku pada siapa saja yang memiliki sifat dan perilaku yang sama (Lihat: Tafsir Al Bahr Al Muhith VIII/510). Pendapat ini sesungguhnya juga telah disampaikan pakar tafsir dari kalangan tabi'in, Mujahid bahwa surat tersebut berlaku umum untuk siapa pun yang memiliki sifat negatif yang sama (lihat; Tafsir Ibnu Katsir V/254). Sebab, ada kaidah dalam Ushul Fiqh berbunyi "Khushush'us Sabab Laa Yunaafi 'Umuumil Lafzh", bahwa kekhususan sebab turunnya suatu ayat atau surat tidak menafikan keumuman lafazh.

Comments

Popular posts from this blog

Siapa kita untuk sombong?

JAWABAN SEDERHANA SEORANG TUKANG BAKSO

Bolehkah suami menikmati harta istri yang bekerja?