Posts

Jangan Merasa Lebih Baik

 Saya melihat masih banyak orang-orang yang merasa berhak untuk mengharamkan keyakinan dan cara hidup orang lain, TAPI dengan cara yang tidak sopan, kasar, dan rasanya seperti masih jahiliah. Bagaimana mungkin kita mengundang sesama kita untuk menghormati kebenaran yang kita yakini, tapi dengan cara-cara dan bahasa pembenci yang keji? Bukankah cara-cara buruk yang digunakan oleh orang yang merasa imannya yang terbaik itu justru merugikan kebenaran yang diyakininya? Janganlah merasa lebih baik daripada orang lain yang tidak meyakini yang kita yakini, terutama jika akhlak dan kualitas kehidupan kita sendiri masih jauh dari baik. Agama adalah pembaik. Maka jika orang yang beragama hidupnya belum baik, itu berarti dia belum memberdayakan agamanya dalam kehidupannya, atau dia belum hidup sesuai dengan tuntunan agamanya. Justru orang-orang yang paling bijak di antara kita tidak akan pernah mengharamkan apa pun dengan cara yang juga mendekati haram. Marilah kita hidup dalam kerendahan hati da

Bolehkah suami menikmati harta istri yang bekerja?

Dalam sebuah rumah tangga, suami dan istri memiliki peran dan tanggung jawab masing-masing. Salah satu kewajiban suami adalah memberikan nafkah kepada istri dan anak-anaknya. Nafkah mencakup makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, dan segala sarana yang menjadi kebutuhan istri untuk hidup dengan layak². Namun, bagaimana jika istri juga bekerja dan memiliki penghasilan sendiri? Apakah suami berhak menikmati harta istri yang bekerja? Apakah suami boleh meminta uang hasil kerja istri? Apakah hukumnya jika suami mengambil uang milik istri tanpa sepengetahuannya? Harta istri adalah miliknya sendiri Menurut syariat Islam, harta atau uang milik istri yang didapatkan dari hasil kerja kerasnya, sepenuhnya menjadi hak milik istri. Suami tidak mempunyai hak sedikit pun dari harta tersebut⁴. Kelemahan fisik maupun statusnya sebagai istri tak menjadi pembenaran bahwa suami dibolehkan ‘merampas’ uang milik istrinya⁴. Istri berhak melakukan apa saja dengan hartanya itu, tanpa ada campur tangan pih

Umat Islam Harus Bisa Bedakan Ulama dan Khutaba

Image
Mursyid Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah Syekh Muhammad Irfa’i Nahrowi An-Naqsyabandi Ciamis, NU Online Syekh Muhammad Irfa’i Nahrowi An-Naqsyabandi menjelaskan bahwa umat mesti membedakan dengan tegas yang mana ulama dan yang mana sekadar khutaba’ (penceramah). Ia menyampaikan hal itu pada pengajian rutin di kesempatan Ramadhan tahun ini. “Jangan kaburkan istilah ulama dengan khutaba, sabda Rasulullah, sebagaimana diperingatankan oleh Sahabat Ibnu Mas'ud RA, "Sesungguhnya kalian sekarang ini pada zaman yang masih banyak ulamanya, sedikit tukang ceramahnya. Dan sesungguhnya setelah kalian akan datang suatu zaman yang banyak tukang ceramahnya dan sedikit ulamanya," tuturnya, pada kesempatan ngaji sore di Pesantren Qoshrul Arifin Kasepuhan Atas Angin, Cikon

KIAT MELAWAN HOAX

Oleh: Ahmad Ishomuddin Setiap manusia dianugerahi satu lidah dan dua telinga agar ia lebih banyak mendengar daripada berbicara. Tetapi senyatanya lebih banyak yang senang berbicara daripada mendengar dengan seksama. Dan celakanya banyak orang yang membicarakan apa saja yang ia dengar, bahkan tanpa sempat meneliti benar atau tidak apa yang didengarnya. Akibatnya terjadilah kegaduhan, fitnah, saling permusuhan dan bahaya-bahaya lainnya. Banyak omong, menggunjing, mengadu domba antar manusia, memfitnah dan menebar berita dusta (hoax) jelas tergolong budi pekerti yang tercela baik menurut agama maupun akal sehat. Namun, kini semua itu seperti dianggap wajar-wajar saja. Bahkan mungkin ada sementara orang yang menghalalkannya demi menangguk keuntungan politik dan upaya untuk meraih kekuasaan. Saat lidah tidak terjaga dari semua yang tersebut di atas, maka berbagai fitnah bertebaran, hubungan persaudaraan diselubungi oleh saling curiga dan lalu terputus, tertanam rasa s

Jangan Belajar Agama Tanpa Guru

Image
Oleh KH. Ahmad Ishomuddin Ilmu-ilmu untuk memahami ajaran Islam sangatlah banyak dan luas. Ilmu-ilmu tersebut hanya bisa dipelajari dengan cara belajar langsung kepada para ahli agama (kiai, ulama) yang memiliki spesialisasi di bidangnya masing-masing. Jika seseorang mau terus menekuni satu spesialisasi bidang ilmu agama saja, niscaya umurnya akan habis sebelum penguasaan ilmu tersebut sempurna. Belajar ilmu-ilmu terkait agama hanya melalui buku-buku/kitab-kitab tanpa guru (syeikh) yang berilmu mendalam, yang berpengalaman, yang mampu membimbingnya berpotensi terjerumus dalam pemahaman agama yang sesat dan setidaknya sempit. Belajar agama secara otodidak itu, tanpa disadari telah membawanya berada di jalan yang dianggapnya benar. Padahal boleh jadi sebaliknya, ia sedang berjalan cepat menapaki pemahaman agama yang salah karena salah paham yang akibatnya bisa membahayakan kemanusiaan. Sudah berapa banyak bom bunuh diri dengan alasan mengamalkan ayat-ayat tentang

PENCERAMAH RADIKAL MENGKRITIK PEMERINTAH

Image
Oleh: Ahmad Ishomuddin Sejak dahulu kala selalu ada saja orang yang melontarkan kritik pedas kepada orang yang sedang berkuasa dan membuat murka orang-orang di sekitarnya. Bayangkan, seorang manusia suci, Nabi Muhammad shalla Allahu 'alaihi wa sallama saat membagi ghanimah (harta rampasan perang) saja pernah dengan cara tidak santun diminta untuk bersikap adil oleh Abdullah bin al-Khuwaishirah. Sehingga membuat sahabat dan pengikut setia beliau, Sayyiduna Umar bin al-Khaththab naik darah dan meminta izin agar diperkenankan untuk memenggalnya. Tetapi beliau mencegah dan meredakan amarahnya. Ada sebagian dari para penceramah agama di masjid-masjid atau di jalan-jalan raya atau di tempat lainnya di hadapan para pengagumnya-- tentu dengan niatnya masing-masing--seringkali juga secara vulgar, bahkan ada yang sangat tidak santun, menghardik, memaki-maki, melaknati dan meluapkan amarah hingga kalap plus kehilangan akal sehat saat menyampaikan kritiknya kepada pemerintah

BERAGAMA DENGAN MODAL DENGKUL

Oleh : Ahmad Ishomuddin   Untuk memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan benar, selain harus dengan niat yang ikhlas, juga harus dengan ilmu yang benar melalui bimbingan para ahlinya (Ulama). Jadi memahami, mengamalkan dan mengajarkan agama jelas tidak cukup hanya bermodalkan semangat saja. Sudah berapa banyak "juru dakwah" yang sesat dan menyesatkan karena menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an dan atau hadits-hadits tanpa ilmu yang memadai atau hanya berdasarkan hawa nafsu saja dan bahkan nekad menerapkannya bukan pada tempat dan situasinya yang tepat. Diantara mereka ada yang belajar agama dengan niat dan motiv yang tidak dibenarkan, seperti untuk mencari pengaruh di kalangan orang-orang awam. Sebagian mereka ada yang berniat untuk menarik simpati dan decak kagum kalangan awam, bahkan tanpa rasa berdosa mencari-cari ayat al-Qur'an sekedar sebagai dalih untuk menyesatkan, mengkafirkan sesamanya. Dan di antara mereka juga tanpa rasa bersalah nekad